RSS

Sikap Memaafkan dan Manfaatnya bagi Kesehatan

HARUN YAHYA

 Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan:

Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al Qur’an, 7:199)

Dalam ayat lain Allah berfirman: "...dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. An Nuur, 24:22)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik:

... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. At Taghaabun, 64:14)

Juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)


Para peneliti percaya bahwa pelepasan hormon stres, kebutuhan oksigen yang meningkat oleh sel-sel otot jantung, dan kekentalan yang bertambah dari keeping-keping darah, yang memicu pembekuan darah menjelaskan bagaimana kemarahan meningkatkan peluang terjadinya serangan jantung. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai ajaran Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah. Sebagai contoh, telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang ini.


Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang
Dalam bukunya, Forgive for Good [Maafkanlah demi Kebaikan], Dr. Frederic Luskin menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres. Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa:

Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih – memperburuk keadaan.

Sebuah tulisan berjudul "Forgiveness" [Memaafkan], yang diterbitkan Healing Current Magazine [Majalah Penyembuhan Masa Kini] edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula bahwa, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, dan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian yang ada menunjukkan bahwa kemarahan adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun terasa berat, terasa membahagiakan, satu bagian dari akhlak terpuji, yang menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin. Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan –sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.

--------------------------------------------------------------------------------


 

kArakTer anAK MI/SD

Selama duduk di kelas kecil SD, anak mulai percaya diri tetapi juga sering rendah diri. Pada tahap ini mereka mulai mencoba membuktikan bahwa mereka "dewasa". Mereka merasa "saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu, karenanya tahap ini disebut tahap 'I can do it my self'. Mereka dimungkinkan untuk diberikan suatu tugas.

Daya konsentrasi anak tumbuh pada kelas kelas tinggi SD. Mereka dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk tugas tugas pilihan mereka, dan seringkali mereka dengan senang hati menyelesaikannya. Tahap ini juga termasuk tumbuhnya tindakan mandiri, kerjasama dengan kelompok, dan bertindak menurut cara cara yang dapat diterima lingkungan mereka. Mereka juga mulai peduli pada permainan yang jujur. Selama masa ini mereka juga mulai menilai diri mereka sendiri dengan membandingkannya dengan orang lain. Anak anak yang lebih muda menggunakan perbandingan sosial (social comparison) terutama untuk norma norma sosial dan kesesuaian jenis jenis tingkah laku tertentu. Pada saat anak anak tumbuh semakin lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan kemampuan mereka sendiri.

Sebagai akibat dari perubahan struktur fisik dan kognitif mereka, anak pada kelas besar di SD berupaya untuk tampak lebih dewasa. Mereka ingin diperlakukan sebagai orang dewasa.Terjadi perubahan perubahan yang berarti dalam kehidupan sosial dan emosional mereka. Di kelas besar SD anak laki laki dan perempuan menganggap keikutsertaan dalam kelompok menumbuhkan perasaan bahwa dirinya berharga. Tidak diterima dalam kelompok dapat membawa pada masalah emosional yang serius Teman teman mereka menjadi lebih penting daripada sebelumnya. Kebutuhan untuk diterima oleh teman sebaya sangat tinggi.

Perkembangan sosio emosional, pada anak permulaan masuk SD mulai mengembangkan keterampilan berpikir, bertindak, dan pengaruh sosial yang lebih kompleks. Seiring bertambahnya kelas dan dengan berlangsungnya pendidikan dan pengajaran di sekolah, anak semakin rnengembangkan konsentrasi dalam mengerjakan sesuatu termasuk mengerjakan tugas sekolah, mengevaluasi diri sendiri dibandingkan dengan orang lain.

Adapun karakeristik dan kebutuhan peserta didik dibahas sebagai berikut:

Karakteristik pertama anak SD adalah senang bermain. Karakteristik ini menuntut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih – lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya diselang saling antara mata pelajaran serius seperti IPA, Matematika, dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

Karakteristik yang kedua adalah senang bergerak, orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang paling lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.

Karakteristik yang ketiga dari anak usia SD adalah anak senang bekerja dalam kelompok. Dari pergaulanya dengan kelompok sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti: belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi. Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara kelompok.

Karakteristik yang keempat anak SD adalah senang merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Ditunjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Berdasar pengalaman ini, siswa membentukkonsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajaran akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa. Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angina, dengan cara membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah angina, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari arah mana angina saat itu bertiup.

Di samping memperhatikan karakteristik anak usia SD, implikasi pendidikan dapat juga bertolak dari kebutuhan peserta didik. Pemaknaan kebutuhan SD dapat diidentifikasi dari tugas-tugas perkembangannya.


Tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari kematangan fisik diantaranya adalah belajar berjalan, belajar melempar mengangkap dan menendang bola, belajar menerima jenis kelamin yang berbeda dengan dirinya,. Beberapa tugas pekembangan terutama bersumber dari kebudayaan seperti belajar membaca, menulis dan berhitung, belajar tanggung jawab sebagai warga negara. Sementara tugas-tugas perkembangan yang bersumber dari nilai-nlai kepribadian individu diantaranya memilih dan mempersiapkan untuk bekerja, memperoleh nilai filsafat dalam kehidupan.

Anak usia SD ditandai oleh tiga dorongan ke luar yang besar yaitu (1)kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya (2)kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang memperlukan keterampilan fisik, dan (3) kepercayaan mental untuk memasuki dunia konsep, logika, dan ligika dan simbolis dan komunikasi orang dewasa.

Dengan demikian pemahaman terhadap karakteristik peserta didik dan tugas-tugas perkembangan anak SD dapat dijadikan titik awal untuk menentukan tujuan pendidikan di SD, dan untuk menentukan waktu yang tepat dalam memberikan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah.
Tahap Concrete (7-11 thn). Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata).

(4) Tahap Formal Operations (11 tahun ke atas). Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis.

Bulan perjuangan

November adalah bulan yang spesial bagiku...
betapa tidak?? dibulan ini tlah ada seorang ibu yang berjuang untuk menjalankan perintah Allah dan melaksanakan amanah Allah
yakni melahirkanku..., ibukuuuu yang sangaaat aku cinta meski beliau mungkin tak tahuuu rasa cintaku padanya begituuuu dalam

Bulan ini adalah bulan perjuangan,,, bertepatan dengan hari pahlawan, hari kesehatan nasional dan harii hari berharga lainnn...., dan aku sebagai manusia berharap dapat menjadi penerus perjuangan untuk bangsa inii!!! bulan ini akan menjadi bulan yang sangat spesial dan penuh perjuangannn!!

Terima kasih ibuu yang tlah melahirkan, mengasuh dan mendidikkuuu
Terima kasih Bumi sekartaji yang tlah ikut mewarnai remajaku
terima kasih indonesia
kan kuteruska perjuangan membangun negeru yang gemah ripah loh jinawi lagii
kan kukembalikan nama harum indonesia pusaka

Fana dan Baqa


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum Bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga bisa dikatakan bahwasannya tasawuf adalah puncaknya akhlak (tasawuf nihayatul akhlak) sedangkan akhlak adalah permulaan tasawuf (akhlaqu bidayatut tasawuf). Dalam tasawuf digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi. Intuisi disini maksudnya adalah mengosongkan diri dari dosa. Ditinjau dari paradigm pengalamannya, tasawuf terbagi menjadi tasawuf Salaf, tasawuf Suni, an tasawuf Falsafi. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Fana dan Baqa yang merupkan salah satu komponen dari tasawuf Suni.
1.2 Rumusan Masalah
Pembahasan tentang Fana dan Baqa amatlah Luas. Namun dalam makalah ini kami hanya membatasi pembahasan kami pada :
1.      Pengertian Fana dan Baqa
2.      Konsep Fana dan Baqa menurut beberap Tokoh
3.      Proses Al-Fana
4.      Abu Yazid Al-Bustami
5.      Tujuan serta kedudukan Fana serta Baqa
6.      Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa
7.      Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an
1.3  Tujuan
Adapun tujuan penyususnan makalah ini adalah :
1, Untuk memenuhi tugas mata uliah Tasawuf
2. Mahasiswa memahami konsep Fana dan Baqa
3. Mahasiswa berusaha untuk mensucikan diri dari dosa

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fana dan Baqa
Fana artinya hilang atau hancur. Fana adalah Proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Kalau seorang sufi ingin mencaai puncak ittihad, maka tahapan Fana merupakan bagian yang tidk dapat ditinggalkan oleh seorang sufi. Sedangkan makna yang dimaksud dari Fana adalah menghilangkan segala yang berbentuk materi maupun sifat-sifat perbuatan jahat atau kemaksiatan. Setelah perbuatan buruk hilang, maka tinggallah sifat-sifat yang baik saja.
Sementara itu, konsep Baqa adalah kelanjutan dari Fana yang berarti tetap, terus hidup, sesuatu yang tetap dan memiliki substansi yang sangat esensial. Sesuati yang esensial adalah bagian apa sesungguhnya ada pada diri Tuhan itu, Jadi konsep baqa dalam hal in adalah sesuatu sifat baik.
Dari segi Bahasa Fana berarti hilangnya wujud sesuatu, sedangkan Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
2.2 Konsep Fana dan Baqa menurut beberapa tokoh
1. Al-Qusyari
Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji
2. Junaid al-Baghdadi
Tauhid bisa dicapai dengan membuat diri Fana dari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, sehingga keinginannya dikendalikan oleh Allah.
3. Ibnu ‘Arabi
Fana dalam pengertian mistik adalah hilangnya ketidak tahuan dan Baqa pengetahuan yang pasti atau sejati yang diperoleh dengan intuisi mengenai kesatuan esensial dari keseluruhan ini.
Fana dalam pengertian metafisika adalah hilangnya bentuk-bentuk dunia fenomena dan berlanjutnya substansi universal yang tunggal. Hal ini ia simpulkan dengan hilangnya sesuatu bentuk pada saat Tuhan memanifestasikan (tajalli) diri-Nya dalam bentuk lain.
4. E.A. Afifi
Pemikiran Fana dan Baqa dapat dibagi ke dalam tahapan-tahapan sebagai berikut :
a.       Sufi menjauhkan dirinya dari dosa (al-Fana’’an al-ma’asi)
b.      Memfana’kan dirinya dari semua perbuatan (af’al) apapun, ia hanya menyadari bahwa Tuhan sendirilah satu-satunya pelaku segala perbuatan (af’al) di alam mini.
c.       Memfana’kan dirinya dari sifat-sifat dan kualitas wujud yang bersifat mungkin, sebab semuanya merupakaan kepunyaan Allah.
d.      Memfana’kan personalitas atau dzat dirinya sendiri, ia menyadari dengan sungguh-sungguh ketidakberadaan dari fenomena dirinya serta baqa di dalam substansi yang tidak berubah dan tidak hancur yang merupakan esensinya.
e.       Sufi mlepaskan semua sifat-sifat Tuhan serta hubungannya, yaitu ia lebih memandang Tuhan sebagai esensi dari ala mini daripada sebagai sebab, sebagaimana pendapat para filosof. Maksudnya Si sufi tidak menganggap ala mini sebagi akibat dari satu sebab, melainkan sebagai suatu realitas dalam pemunculan Tuhan (Al-Haqq fid dzuhur).
Pada tahap kelima inilah sebagai tujuan akhir dari semua upaya para sufi di dalam latihan mistik wahdatul wujud, yakni berupa kesadaran penuh terhadap esensi dari semua yang ada, dan sekaligus sebagai pelaksanaan fana dan baqa.
5. Muhammad Nafis
Maqam Fana adalah musyahadah secara bertahap dari maqam ke maqam selanjutnya, adalah sebagai berikut sebagai berikut :
a.       Maqam Tauhid al-Af’al
b.      Maqam Tauhidal-Asma’
c.       Maqam Tauhid al-shifat
d.      Maqam Tauhid al-Dzat
Kemudian Muhammad Nafis menjelaskan bahwa maqam Baqa lebih tinggi dari maqam fana. Maqam fana sirna dibawah Ahdiyat Allah, sedangkan maqam baqa kekal dengan wahdiyat Allah. Dengan kata lain, maqam fana itu memandang bahwa yang maujud hanya Allah, sedangkan maqam Baqa memandang ke-Dia-an Allah dan kemandirian-Nya meliputi segala yang ada (zarrat al-wujud). Dengan harmonis dia padukan pandangan wahdat al-Syuhud dengan wahdat al-Wujud, yaitu memandang alam semesta yang serba  majemuk ini sebagai penampakan dari wujud Tuhan. Fana dan Baqa melalui proses yang berasal dari ma’rifat dapat menyampaikan pada Kasyaf, yakni terbukanya hakikat sesuatu bagi sufi, kasyaf dapat menyampaikan Fana. Fana menyampaikan pada Fana al-Fana, yaitu Sufi tidak melihat dan tidak merasakan bahwa dia sendiri yang memfana’kan dirinya, yang dia lihat dan rasakan adalah Allah yang memfana’kan dirinya. Dan Fana al-Fana inilah yang mengantarkan ke tingkat Baqa.
 6.R. A. Nicholson dalam bukunya The Mystics of Islam.
Ia mengatakan tentang tiga tingkat Fana yaitu perubahan moral, penghayatan jiwa, dan lenyapnya kesadaran. Dalam hal ini, Imam al- Ghazali yang membatasi sampai ke Fana tingkat dua, masih mempertahankan adanya perbedaan yang fundamental antara hamba yang melihat dengan Tuhan yang dilihatnya.
2.3 Proses Al-Fana
Dalam proses al-Fana ada empat situasi getaran psikis yang dialami seseorang, yaitu al-sakar, al-sathohat, al-zawal al-hijab dan ghalab al-syuhud.
1.      Al-Sakar
Situasi kejiwaan yang terpusat penuh kepada satu titik, sehingga ia melihat dengan perasaannya. Seperti yang dialami oleh Nabi Musa a.s di Turisina.
2.      Al-Sathohat
Sathohat berarti gerakan, sedangkan dalam istilah tasawuf dipahami sebagai suatu ucapan yang terlontar diluar kesadaran, kata-kata yang diucapkan dalam keadaan sakar.
3.      Al-Zawal al-Hijab
Diartikan dengan bebas dari dimensi, sehingga ia keluar dari alam materi dan telah berada dialam ilahiyat, sehingga getar jiwanya dapat menangkap gelombang cahaya dan suara Tuhan. Pengertian ini mirip dengan al-mukhasyafah.
4.      Ghalab al-Syuhud
Tingkat kesempurnaan musyahadah , pada tingkat mana ia lupa pada dirinya dan alam sekitarnya, yang diingat dan dirasa hanya Allah seutuhnya.[1]
2.4 Abu Yazid Al-Bustami
Abu Yazid al-Bustami merupakan orang yang pernah melakukan fana dan baqa dalam tasawuf. Kemauan dan keinginannya untk bersatu dengan Tuhan membawa ia pada jalan fana dan baqa. Pencapaian Abu yazid ke tahap fana terjadi setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah, seperti tampak dalam ceritanya,
Setelah Allah melihat kesucian hatiku yang terdalam, aku mendengar puas dari-Nya. Mintalah kepadaku semua yang kau inginkan, kata-Nya. “Engkaulah yang aku inginkan.” Jawabku, “karena Engkau lebih utama daripada anugrah, lebih besar daripada kemurahan, dan melalui Engkau, aku mendapat kepuasan dalam diri-Mu…..”[2]
Jalan menuju Fana menurut Abu yazid dikisahkan dalam mimpinya menatap Tuhan. Berikut ini adalah pengalaman mimpinya :
Aku melihat Tuhan, akupun bertanya: Tuhaku, apa jalannya untuk sampai kepada-Mu? Ia menjawab, “Tinggalkan dirimu dan datanglah””.
Abu Yazid sempat dituding sebagi orang gila akibat ucapan Abu Yazid yang hamper tidak ada perbedaan dengan Allah. Sebagai contoh :
Maha suci Aku, Maha suci Aku, Maha suci Aku”
 "Seorang lewat di rumah Abu Yazid dan mengetok pintu. Abu Yazid bertanya: "Siapa yang engkau cari?" Jawabnya: "Abu Yazid." Lalu Abu Yazid mengatakan: "Pergillah di rumah ini tak ada kecuali Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi."
Kata-kata serupa di atas, bukan diucapkan oleh AbuYazid sebagai kata-katanya sendiri tetapi kata-kata itu diucapkan melalui diri Tuhan dalam ittihad yang dicapainya dengan Tuhan. Dengan kata lain Abu Yazid tidaklah mengaku dirinya Tuhan.[3]




[1] Ibrahim Basyuni, op.;236,257.
[2] Ilmu Tasawuf, ; 160
[3] Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang, http://www.uin-malang.ac.id, konsep-al-fana-al-baqa-dan-al-ittihad/13-10-11/10.00

Untuk Adam

Nur mengintip dibalik embun
tlah menyibak malam yang penuh tanya
subuh kulalui lagi dengan kesunyian
menanti adam yang tak juga mengetuk
mencoba menegur pada jalan yang kupilih dengan adamku
sampai kapan jalan kita berbalut ragu??

Untuk Hawa

jangan penjarakan hatimu direlung jiwa
biarkan dia berkelana dalam pencariannya
biarkan dia kembali ke peraduan yang diinginkannya
 jika memang dalam lauhul mahfudz
tlah tertulis namamu untuk melengkapi tulang rusuknya
maka perih yang kini kau rasa
kan menjadi madu saat kudus Sang Maha Kasih
menyelimuti dirimu dan dia
tetaplah suci dalam penantianyang tertambat tanpa keyakinan

Rindu Yang tertambat Tanpa Keyakinan

Mencoba menjarah samudra hati yang tak terkira
tak satupun rasa yang kutemukan
kecuali rasa rindu yang tertambat tanpa keyakinan
dan jiwa...
tak dapat lari dari penjaranya
hanya memohon kepada Sang muara segala rasa


Balutlah jiwa dengan kudusMU
selimuti hati dengan firmanMU
agar rindu ini tak jadi nafsu
yang mengantarkanku pada api jahanamMU

About Me

Foto Saya
Aulia
Kediri, Jawa Timur, Indonesia
Dosen dan Guru di kediri
Lihat profil lengkapku

Klik Kanan