“Di sela kegalauan saya menunggu acc
sidang skripsi dari dosen pembimbing skripsi saya, saya menggunakan masa galau
saya ini dengan membaca sebuah novel. Novel yang sebenarnya sudah lama saya
beli di tahun lalu, namun baru terbaca sekarang (hehehe, kelupaan). Dari novel
ini saya mendapatkan pesan yang Insyaallah akan melancarkan acc skripsi saya,
AMIN.”
Judul Novel : Titian Nabi
Penulis :
Muhammad Masykur A.R. Said
Penerbit : Diva Press
Jumlah hal. :
418
Sinopsis oleh :
Aulia Rohmawati
Kisah yang
terdapat di novel ini sungguh mengharukan dan penuh dengan hikmah dan
pelajaran. Pembaca benar-benar di bawa pada situasi dalam novel tersebut.
Banyak sekali nasehat-nasehat yang dipaparkan. Setiap kejadian pada novel
tersebut mengandung hikmah dan pelajaran tak ternilai. Setelah membaca novel
tersebut, pembaca akan mengerti arti cinta yang sebenarnya dan bagaiman cinta
yang benar di mata Allah. Semua kisah dalam novel ini benar-benar membuat hati
tergetar dan menjadikan pembaca rindu kepada Penciptanya (Allah swt.) Oleh
karena itu, saya menulis resensi ini untuk membagi keindahan novel ini kepada
pembaca lain. Saya rekomendasikan untuk membeli novelnya, membaca sendiri
ceritanya dan merasakan kehebatan isi dari novel tersebut.
***
Kisah ini
diawali dengan pertemuan Zahratul Jamilah dan Fauzan Attar (Tokoh utama dalam
novel ini). Waktu itu latarnya masih tahun 1999 di daerah Sulawesi Selatan,
ketika Zahra berumur 15 tahun. Di umur yang cukup dini itu, Zahra mulai
mengenal cinta. Seorang lelaki telah mampu mengetuk hatinya dengan
kalimat-kalimat cinta yang ia lantunkan kepada Zahra. Pertemuan mereka bukannya
tanpa sebab, dan bukan juga karena kebetulan, karena dalam Islam semua yang
terjadi tidak ada yang kebetulan, Allah telah mengaturnya dalam Lauhul Mahfudz. Pertemuan itu terjadi
ketika salah satu Ikatan Alumni pondok terbesar di Sulawesi Selatan DDI (Darud
Da’wah Wal Irsyad) mengadakan sebuah Seminar. Zahra bersama Aisyah sahabatnya
adalah salah satu peserta seminar tersebut. Mereka adalah salah satu peserta
yang paling muda, peserta lain umunya setingkat mahasiswa dan sma. Namun bagi
mereka menuntut ilmu itu tidak perlu di ukur lewat usia, semua orang mempunyai
hak untuk mendapatkan ilmu. Ketika sebelum acara seminar dimulai, seorang
pemuda yang tak lain adalah Fauzan Attar menghampiri Zahra dan Aisyah. Attar
sudah sangat yakin sekali bahwa kedua gadis yang didepannya ini salah satunya
adalah gadis yang ia cari-cari selama bertahun-tahun. Bunga yang dulu hilang
kini kembali dihadapannya dengan kelopak yang lebih indah. Untuk meyakinkan
keyakinannya tersebut, seusai seminar, Attar meminta Aisyah untuk mengantarkan
Zahra ke sebuah tempat yang mungkin ketika Zahra ke tempat tersebut, Zahra akan
ingat akan dirinya.
Ternyata, Zahra dan Attar sudah bertemu semenjak
Zahra masih berumur 6 tahun. Hal itu terjadi lantaran ketidak sengajaan Attar
yang mematahkan ranting pohon dan mengenai tangan Zahra sampai jari manis
sebelah kiri Zahra patah yang menyebabkan ia tak memiliki jari manis hingga
saat ini. Namun ketidak lengkapan jari zahra tersebut tidak menyurutkan
kecantikannya, yang jika dibandingkan dengan mawar, maka seribu kelopak
mawarpun masih kurang untuk menggambarkan kecantikan Zahra. Kecantikan tersebut
dipancarkan Zahra lewat kebaikan hatinya. Zahra mengerti bahwa kejadian yang
menimpanya 9 tahun lalu merupakan ketidak sengajaan Attar yang saat itu masih
anak-anak, dan wajar jika anak-anak melakukan kenakalan tersebut, dan Zahra
memaafkannya. Saat pertemuan kali itu, Attar mengungkapkan janjinya yang
sebenarnya sudah ia ikrarkan ketika kejadian itu terjadi 9 tahun lalu. Attar
berjanji akan selalu melindungi Zahra. Pertemuan kali itu telah menumbuhkan
benih cinta dianatara Zahra dan Attar.
Semenjak pertemuan kali itu Zahra dilanda
kerinduan yang sangat menyesakkan hatinya. Namun hal itu tak berlangsung lama,
dua hari kemudian Aisyah, yang tak lain adalah sahabat Zahra dan juga adik dari
Malik sahabat Attar mengantarkan sebuah surat merah jambu dari Attar kepada
Zahra. Surat itu berisikan niat dan isi hati Attar untuk menjadikan Zahra bunga
hatinya, menjadikan Zahra sebagai kekasihnya. Zahra membalas surat Attar bukan
dengan jawaban yang sebenarnya ia inginkan, memang Zahra juga menaruh hati pada
Attar, namun sebagai perempuan ia harus menyembuyikan perasaan itu, ia tidak
serta merta menumpahkan perasaannya kepada lelaki yang ia sukai. Pesan dari
orang tuanya selalu ia pegang, “Sebagai
seorang perempuan ia harus jual mahal kepada lelaki agar lelaki tidak
menganggap rendah perempuan”. Ia
menulis balasan surat untuk Attar dengan hati-hati dan bijaksana, berharap
kata-katanya tak menyakiti hati Attar. Sejurus kemudian, Attar melayangkan
surat balasannya lagi. Kali ini ia mencoba meyakinkan hati Zahra tentang
cintanya yang benar-benar tulus kepada Zahra.
Berikut ini adalah penggalan surat yang ditulis Attar.
“…….Setelah membaca suratmu, aku tiba-tiba menyadari
betapa engkau adalah berlian yang sangat indah, cantik dan sangat mahal. Aku
tidak mungkin menilaimu dengan materi, karena hatimu hanya bisa dibeli dengan
kesucian cinta….”
“…..meski engkau tidak memiliki tangan sekalipun,
aku tetap akan mencintaimu apalagi dengan hanya satu jari saja yang hilang….”
Setelah surat tersebut mendarat ditangan Zahra dan
masuk dalam relung hatinya, Zahra menerima kehendak Attar untuk menjadikannya
sebagai kekasih hati. Zahra sebenarnya bingung dan takut dengan keputusannya
untuk menerima Attar. Kemudian Zahra menanyakannya pada imam masjid yang ia
anggap sebagai ayah angkatnya. Imam masjid (Ustadz Muzakkir) kemudian
menasehati Zahra dengan sangat bijak. Berikut ini adalah penggalan nasehat dari
Ustadz Muzakkir.
“…..perasaan itu adalah hakmu sebagai manusia….”
“…Tapi, ingat, anakku, jangan sekali-kali kamu
diperdaya oleh cinta. Hiasilah cintamu dengan iman dan rasa malu. Ingat! Bahwa
Allah dan Rasul-Nya adalah tujuan cinta kita…”
“…di antara mereka yang dijanjikam dengan payung
pada hari kiamat, adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah dan
saling berpisah karena Allah…”
Zahra tak ragu lagi dengan keputusannya. Namun
kisah cinta yang didambakan Zahra tak seelok yang kita bayangkan. Sedikit
sekali mereka merasakan musim semi, dan kini kisah cinta mereka harus merasakan
musim kemarau yang sangat panjang. Hal ini dikarenakan Attar yang harus pergi
ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan studinya. Attar adalah satu-satunya santri
DDI yang mendapatkan beasiswa ke Al-Azhar. Malik sahabatnya, tidak mendapatkan
kesempatan tersebut, namun ia tetap berangkat ke Al-Azhar dengan jalur mandiri.
Sebelum berangkat ke Kairo, Zahra meminta Attar untuk datang kerumahnya, untuk
menemui kedua orang tuanya. Zahra tidak ingin membohongi kedua orang tuanya, ia
juga ingin meyakinkan cinta Attar, bahwa cintanya tidak main-main.
Alhamdulillah orang tua Zahra merestui mereka. Orang tua Zahra mengerti dan
sangat percaya, bahwa orang berpendidikan agama luas seperti Attar mampu
menggandeng putrinya ke jalan yang benar dan diridhai Allah.