RSS

Sinopsis Novel Titian Nabi



Di sela kegalauan saya menunggu acc sidang skripsi dari dosen pembimbing skripsi saya, saya menggunakan masa galau saya ini dengan membaca sebuah novel. Novel yang sebenarnya sudah lama saya beli di tahun lalu, namun baru terbaca sekarang (hehehe, kelupaan). Dari novel ini saya mendapatkan pesan yang Insyaallah akan melancarkan acc skripsi saya, AMIN.

Judul  Novel : Titian Nabi
Penulis        : Muhammad Masykur A.R. Said
Penerbit       : Diva Press
Jumlah hal.   : 418
Sinopsis oleh : Aulia Rohmawati

Kisah yang terdapat di novel ini sungguh mengharukan dan penuh dengan hikmah dan pelajaran. Pembaca benar-benar di bawa pada situasi dalam novel tersebut. Banyak sekali nasehat-nasehat yang dipaparkan. Setiap kejadian pada novel tersebut mengandung hikmah dan pelajaran tak ternilai. Setelah membaca novel tersebut, pembaca akan mengerti arti cinta yang sebenarnya dan bagaiman cinta yang benar di mata Allah. Semua kisah dalam novel ini benar-benar membuat hati tergetar dan menjadikan pembaca rindu kepada Penciptanya (Allah swt.) Oleh karena itu, saya menulis resensi ini untuk membagi keindahan novel ini kepada pembaca lain. Saya rekomendasikan untuk membeli novelnya, membaca sendiri ceritanya dan merasakan kehebatan isi dari novel tersebut.
***
 Kisah ini diawali dengan pertemuan Zahratul Jamilah dan Fauzan Attar (Tokoh utama dalam novel ini). Waktu itu latarnya masih tahun 1999 di daerah Sulawesi Selatan, ketika Zahra berumur 15 tahun. Di umur yang cukup dini itu, Zahra mulai mengenal cinta. Seorang lelaki telah mampu mengetuk hatinya dengan kalimat-kalimat cinta yang ia lantunkan kepada Zahra. Pertemuan mereka bukannya tanpa sebab, dan bukan juga karena kebetulan, karena dalam Islam semua yang terjadi tidak ada yang kebetulan, Allah telah mengaturnya dalam Lauhul Mahfudz. Pertemuan itu terjadi ketika salah satu Ikatan Alumni pondok terbesar di Sulawesi Selatan DDI (Darud Da’wah Wal Irsyad) mengadakan sebuah Seminar. Zahra bersama Aisyah sahabatnya adalah salah satu peserta seminar tersebut. Mereka adalah salah satu peserta yang paling muda, peserta lain umunya setingkat mahasiswa dan sma. Namun bagi mereka menuntut ilmu itu tidak perlu di ukur lewat usia, semua orang mempunyai hak untuk mendapatkan ilmu. Ketika sebelum acara seminar dimulai, seorang pemuda yang tak lain adalah Fauzan Attar menghampiri Zahra dan Aisyah. Attar sudah sangat yakin sekali bahwa kedua gadis yang didepannya ini salah satunya adalah gadis yang ia cari-cari selama bertahun-tahun. Bunga yang dulu hilang kini kembali dihadapannya dengan kelopak yang lebih indah. Untuk meyakinkan keyakinannya tersebut, seusai seminar, Attar meminta Aisyah untuk mengantarkan Zahra ke sebuah tempat yang mungkin ketika Zahra ke tempat tersebut, Zahra akan ingat akan dirinya.
Ternyata, Zahra dan Attar sudah bertemu semenjak Zahra masih berumur 6 tahun. Hal itu terjadi lantaran ketidak sengajaan Attar yang mematahkan ranting pohon dan mengenai tangan Zahra sampai jari manis sebelah kiri Zahra patah yang menyebabkan ia tak memiliki jari manis hingga saat ini. Namun ketidak lengkapan jari zahra tersebut tidak menyurutkan kecantikannya, yang jika dibandingkan dengan mawar, maka seribu kelopak mawarpun masih kurang untuk menggambarkan kecantikan Zahra. Kecantikan tersebut dipancarkan Zahra lewat kebaikan hatinya. Zahra mengerti bahwa kejadian yang menimpanya 9 tahun lalu merupakan ketidak sengajaan Attar yang saat itu masih anak-anak, dan wajar jika anak-anak melakukan kenakalan tersebut, dan Zahra memaafkannya. Saat pertemuan kali itu, Attar mengungkapkan janjinya yang sebenarnya sudah ia ikrarkan ketika kejadian itu terjadi 9 tahun lalu. Attar berjanji akan selalu melindungi Zahra. Pertemuan kali itu telah menumbuhkan benih cinta dianatara Zahra dan Attar.
Semenjak pertemuan kali itu Zahra dilanda kerinduan yang sangat menyesakkan hatinya. Namun hal itu tak berlangsung lama, dua hari kemudian Aisyah, yang tak lain adalah sahabat Zahra dan juga adik dari Malik sahabat Attar mengantarkan sebuah surat merah jambu dari Attar kepada Zahra. Surat itu berisikan niat dan isi hati Attar untuk menjadikan Zahra bunga hatinya, menjadikan Zahra sebagai kekasihnya. Zahra membalas surat Attar bukan dengan jawaban yang sebenarnya ia inginkan, memang Zahra juga menaruh hati pada Attar, namun sebagai perempuan ia harus menyembuyikan perasaan itu, ia tidak serta merta menumpahkan perasaannya kepada lelaki yang ia sukai. Pesan dari orang tuanya selalu ia pegang, Sebagai seorang perempuan ia harus jual mahal kepada lelaki agar lelaki tidak menganggap rendah perempuan. Ia menulis balasan surat untuk Attar dengan hati-hati dan bijaksana, berharap kata-katanya tak menyakiti hati Attar. Sejurus kemudian, Attar melayangkan surat balasannya lagi. Kali ini ia mencoba meyakinkan hati Zahra tentang cintanya yang benar-benar tulus kepada Zahra.  Berikut ini adalah penggalan surat yang ditulis Attar.
“…….Setelah membaca suratmu, aku tiba-tiba menyadari betapa engkau adalah berlian yang sangat indah, cantik dan sangat mahal. Aku tidak mungkin menilaimu dengan materi, karena hatimu hanya bisa dibeli dengan kesucian cinta.
“…..meski engkau tidak memiliki tangan sekalipun, aku tetap akan mencintaimu apalagi dengan hanya satu jari saja yang hilang.
Setelah surat tersebut mendarat ditangan Zahra dan masuk dalam relung hatinya, Zahra menerima kehendak Attar untuk menjadikannya sebagai kekasih hati. Zahra sebenarnya bingung dan takut dengan keputusannya untuk menerima Attar. Kemudian Zahra menanyakannya pada imam masjid yang ia anggap sebagai ayah angkatnya. Imam masjid (Ustadz Muzakkir) kemudian menasehati Zahra dengan sangat bijak. Berikut ini adalah penggalan nasehat dari Ustadz Muzakkir.
“…..perasaan itu adalah hakmu sebagai manusia.
“…Tapi, ingat, anakku, jangan sekali-kali kamu diperdaya oleh cinta. Hiasilah cintamu dengan iman dan rasa malu. Ingat! Bahwa Allah dan Rasul-Nya adalah tujuan cinta kita…”
“…di antara mereka yang dijanjikam dengan payung pada hari kiamat, adalah dua orang yang saling mencintai karena Allah dan saling berpisah karena Allah…”
Zahra tak ragu lagi dengan keputusannya. Namun kisah cinta yang didambakan Zahra tak seelok yang kita bayangkan. Sedikit sekali mereka merasakan musim semi, dan kini kisah cinta mereka harus merasakan musim kemarau yang sangat panjang. Hal ini dikarenakan Attar yang harus pergi ke Kairo, Mesir untuk melanjutkan studinya. Attar adalah satu-satunya santri DDI yang mendapatkan beasiswa ke Al-Azhar. Malik sahabatnya, tidak mendapatkan kesempatan tersebut, namun ia tetap berangkat ke Al-Azhar dengan jalur mandiri. Sebelum berangkat ke Kairo, Zahra meminta Attar untuk datang kerumahnya, untuk menemui kedua orang tuanya. Zahra tidak ingin membohongi kedua orang tuanya, ia juga ingin meyakinkan cinta Attar, bahwa cintanya tidak main-main. Alhamdulillah orang tua Zahra merestui mereka. Orang tua Zahra mengerti dan sangat percaya, bahwa orang berpendidikan agama luas seperti Attar mampu menggandeng putrinya ke jalan yang benar dan diridhai Allah.

Oktober akhir, Attar berangkat ke Jakarta untuk selanjutnya ke Mesir. Namun belum sempat ia mengurus keberangkatannya ke Mesir, ia mendapatkan kabar yang sangat mengejutkan dari Malik yang terlebih dulu sampai di Jakarta. Malik mengetahui kabar tersebut dari salah satu pegawai DEPAG yang memperlihatkan daftar nama yang mendapatkan beasiswa ke Al-Azhar. Ternyata Al-Azhar hanya menerima 75 orang saja. Sehingga 10 orang harus dicoret dari daftar tersebut. Attar masuk dalam nama 10 orang yang dicoret. Namun keyakinan Attar untuk menuntut ilmu ke Mesir sangat kuat. Kekuatan tersebut selain ia dapatkan dari niatnya menuntut ilmu, ia juga dapatkan dari harapan masyarakat Soppeng Sulawesi Selatan daerah asalnya, yang menaruh harapan pada Attar sekembalinya ia dari Mesir, ia akan memajukan daerah tersebut. Malik sengaja tidak berangkat ke Mesir karena menunggu Attar. Sebenarnya kalu bukan karena menunggu Attar, Malik sekarang mungkin sudah ada di Mesir. Namun persahabatan mereka sangatlah kuat. Bahkan mereka tidak seperti berteman lagi, melainkan bersaudara. Malik sengaja menunggu Attar dan membantu mengurus segala keberangkatan mereka ke Mesir. Segala cobaan mereka hadapi sebelum sampai di Mesir. Dari mulai terancam babak belur karena serangan para pedagang. Saat itu Attar dan Malik sedan berjalan-jalan di TMII, Attar hendak membeli sebuah ikat pinggang yang terlihat bahannya seperti dari kulit, kemudian Attar menanyakan harga ikat pinggang tersebut, dan harganya 5000, waktu itu 5000 termasuk nominal yang tinggi, dan saat Attar lebih mengamati ikat pinggang tersebut, ternyata bahannnya bukan dari kulit, namun dari plastik yang menyerupai kulit. Attar memutuskan untuk tidak membelinya. Namun si Pedagang tetap saja ngotot agar Attar membelinya dengan alasan "barang yang sudah di pegang harus dibeli" namun Attar dan Malik bersikeras tidak membelinya, karena bagi mereka itu adalah hak pembeli. Si pedagang mengancam kepada Attar dan Malik dan 1 menit kemudian para pedagang lainpun hendak menyerbu Attar dan Malik. Mereka berdua hampir kualahan menghadapi para pedagang tersebut, namun akhirnya Attar ingat ajaran Kyainya. "Jika kau menemui musuh yang lebih banyak, maka bacalah ayat as-sajadah ayat 11 berkali0kali, Insyaallah Allah akan menolongmu.  Ilmu ini juga disebut "suara malaikat".

Katakanlah. Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan. (QS. As-Sajadah:11)
Selain peristiwa diatas, Attar dan Malik juga mengalami sebuah peristiwa menakjubkan lainnya. Mereka berdua hanya memiliki uang yang sangat minim untuk bekal mereka di Mesir. Namun begiru, mereka tetap optimis dan melanjutkan perjuanganna menuntut ilmu. Insyaallah Allah selalu memberi pertolongan untuk mereka. Keyakinan mereka adalah bekal terbesar dan tak ternilai jika hanya dibandingkan dengan materi.
***
Sebelum tiba di Mesir, Attar bertemu dengan seorang Arab bernama Khalid. Ia mencoba berkomunikasi dengan Khalid dan ingin mencoba bahasa arabnya. Ternyata bahasa arab yang dipelajarinya di pesantren berbeda dengan yang digunakan oleh orang-orang Arab. Orang Arab biasa menggunakan bahasa Amiyah, dan yang dipelajari Attar adalah bahasa Arab resmi, sehingga Attar kurang faham dengan yang diucapkan oleh Khalid. Namun perlahan-lahan Attar mampu memahaminya meski kadang ada beberapa kalimat yang tidak dia mengerti, Ketika ketidak fahaman tersebut terjadi, Khalid dan Attar menggunakan bahasa isyarat agar dapat memahami percakapan tersebut.
Setiba di Mesir, kesalahfahaman bahasa tersebut kembali terjadi menimpa Malik dan Attar saat mereka hendak menaiki taksi dan menyodorkan alamat mereka. Namun tidak lama kemudian Khalid kembali muncul seperti malaikat penolong. Ia menjelaskan maksud dari Sopir Taksi kepada Malik dan Attar. Ternyata sopir taksi tersebut tidak tahu tentang alamat yang Attar dan Malik tuju. Alamat yang tertulis di secarik kertas tersebut hanyalah alamat kotak pos. Sedangkan mereka hanya membawa satu alamat itu. Kemudian Khalid membawa Malik dan Attar menuju ke Asrama anak Malaysia berharap nantinya orang Malaysia disana akan mengantar mereka ke Asrama anak-anak Indonesia.
Saat malam tiba, Orang Malaysia tersebut memberitahukan kepada Malik dan Attar, sebentar lagi ada anak Indonesia yang kemari untuk menjemput kalian. Beberapa menit kemudian Sulaiman, salah seorang pengurus perkumpulan mahasiswa Indonesia bagian kehumasan, menjemput Malik dan Attar. Sulaiman membawa mereka ke tempatnya. Sulaiman terlihat baik, namun ternyata ia adalah seorang penipu. Hal itu diketahui Malik dan Attar setelah 1 bulanan bersama sulaiman. Uang yang Malik dan Attar harapkan dari hasil pencairan tiket kembalinya  telah diambil oleh Sulaiman untuk diberikan kepada ibunya yang sedang membutuhkan uang tersebut untuk melunasi hutang.
Kejadian tersebut sungguh membuat Malik dan Attar geram lantaran mereka tak tahu lagi bagaimana harus bertahan hidup di negeri orang dengan tanpa adanya uang. Kemudian atas usulan Udin, teman sulaiman, Sulaiman memberikan tumpangan gratis kepada Malik dan Attar, namun untuk biaya makan Sulaiman tidak sanggup untuk menanggungnya. Ahirnya Malik dan Attar menerima hal tersebut.
Kehidupan Malik dan Attar di Mesir sangatlah penuh perjuangan. Dari mulai kelaparan hingga pingsan dan tidak makan selama 1 minggu, makan dengan roti yang dikeringkan dan diberi selai nanas yang sampai menjamur sampai menghemat biaya transportasi ke kampus sehingga mereka jarang untuk masuk kuliah.  Namun mereka tidak putus asa, mereka yakin akan pertolongan Allah. 
Cukuplah Allah bagiku, Tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadanya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung (QS. At-Taubah:129)
Akhirnya pertolonganpun datang, suatu ketika Attar dipertemukan lagi dengan anak Malysia yang dulu pernah menolongnya, Abdul Rozak (anak Malaysia tersebut), memberitahukan info beasiswa kepada Attar dan juga memberinya beberapa uang untuk mengurus segala yang dibutuhkannya untuk pendaftaran beasiswa tersebut. Akhirnya Malik dan Attar mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan beasiswa. Mereka berdoa dengan khusu’ berharap untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Ertolongan Allah kembali menghampiri mereka, Khalid yang dulu pernah ia temui, kini mereka dipertemukan lagi ketika Malik dan Attar mengumpulkan persyaratan beasiswa tersebut. Ternyata Khalid adalah salah satu pengurus beasiswa tersebut. Khalid menjajikan bahwa mere akan mendapatkan beasiswa itu. Akhirnya, saat pengumuman beasiswa pun tiba. Malik dan Attar mendapatkan beasiswa yang mereka harapkan. Subhanallah.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (QS. Ar-Rahman)
Dari cobaan yang Attar alami, ia hampir lupa kepada kekasih hatinya di tanah air. Kemudian Attar mengirimkan surat kepada Zahra. Dalam surat itu ia tidak menceritakan kepedihannya, ia takut akan Zahra khawatir tentangnya. Ia hanya memberikan kabar baik dan menggambarkan kota Kairo yang sangat indah kepada Zahra.
Waktu demi waktu berjalan dengan cepat, hingga akhirnya Attar lulus dari Al-Azhar dengan gelar License dan mendapatkan predikat Jayyid Jiddan. Namun Malik saat itu harus bersabar, karena ada beberapa mata kuliahnya yang tertingal sehingga ia belum mampu menyusul Attar. Sedangkan di Tanah Air, Zahra setelah tamat dari DDI, Ia melanjutkan studinya dibangku kuliah di salah satu universitas islam di Makasar.
Attar kembali ke Tanah Air, kemudian ia menguatkan niatnya untuk melamar Zahra. Pada suatu hari, Attar meminta Zahra untuk datang ke rumahnya. Zahra bersama Aisyah kemudian kerumah Attar. Sebelumnya Zahra sangat gelisah, ia takut jika ia tidak diterima dikeluarga Attar lantaran ia cacat. Namun kegelisahan itu akhirnya terjawab. Orang tua Attar menerima Zahra dengan baik. Namun kali ini cobaan tidak hentinya menimpa mereka. Ternyata Attar dibesarkan oleh tantenya lantaran tantenya tidak memiliki anak dan orang tua Attar yang tidak mampu membiayai sekolah Attar. Tanten Attar tidak menyetujui hubungan mereka, hal itu karena Zahra dianggap tidak pantas berdanding dengan Attar, Zahra seorang perempuan cacat. Tante Attar yang bernama Ratna memaki mai habis Zahra. Higga Zahra tak kuasa menahan dan lari dari rumah Attar. Ia berlari sambil menumpahkan air matanya. Ia tidak memperdulikan Aisyah yang mengejarnya dibelakang. Dan saat itu, Attar tidak mampu mengejar Zahra karena ia di tahan oleh tantenya.
Semenjak kejadian itu, Zahra sering sakit-sakitan sampai ia tidak melanjutkan kuliahnya lagi. Orang tua Zahra sangat iba dengan keadaan putri semata wayangnya tersebut. Orang tua Zahra (Mallawang dan Nafisah) sudah mencoba untuk menasehati Zahra, namun Zahra tetap saja murung dan tidak mau makan. Pada suatu hari, Kyai Muzakkir, atas permintaan dari Mallawang mendatangi Zahra dan menasehatinya. Dari nasehat Kyai Muzakkir tersebut akhirnya Zahra mulai bangkit kembali. Senyum yang dulu sempat hilang, kini mulai terlihat kembali di wajah cantik Zahra.  Berikut ini adalah sepenggal nasehat yang diberikan Ustadz Muzakkir kepada Zahra.
Tujuan hidup kita bukan hanya di dunia. Kita hanya singgah disini nak. Harus kamu ingat, semua yang kamu cintai itu akan sirna dan binasa. Kalau Cuma itu yang kamu jadikan sandaran hidup, maka harapanmu adalah kehancuran dan kebinasaan. Cintailah Allah dan Rasul-Nya, hanya Dia cinta yang kekal
Sepeninggal nasehat dari ustadz Muzakkir, Zahra kembali bangkit dari keterpurukannya. Ia mentekadkan dirinya hanya untuk mencintai Allah, Rasul-Nya dan orang tuanya saja. Bagi Zahra itu sudah lebih dari cukup. Zahra tidak membutuhkan apa-apa lagi. Zahra mengadu kepada Allah dalam do’anya.
Tuhanku hanya Engkaulah tujuanku, dan Ridha-Mu-lah yang yang senantiasa aku harapkan, berikanlah kepadaku jalan untuk mencintai dan mengenalmu
Suatu malam, Nafisah dan Mallawang membicarakan keinginan Nafisah untuk pergi Haji. Namun Nafisah hendak mengurungkan niatnya untuk Haji tahun ini, hal itu disebabkan karena keadaan Zahra yang sering sakit saat ini. Nafisah tidak tega meninggalkan putrinya itu, meski Mallawang sudah mengizinkannya berangkat dan berjanji untuk menjaga Zahra di rumah. Malam itu Zahra mendengar percakapan orang tuanya, Zahra sebenarnya juga sangat rindu Baitullah. Di dalam kamar ia menangis karena sangat ingin ikut ibunya pergi Haji. Paginya, Zahra mencoba mengutarakan keinginannya tersebut kepada Ibunya. Sebenarnya Ibunya menyarankan Zahra untuk Haji tahun depan setelah Ayahnya, namun Zahra tetap ingin pergi tahun ini bersama dengan ibunya. Zahra meyakinkan ibunya, bahwa dia akan membiayai ongkos hajinya dari uang yang ia dapatkan dari royalti menulisnya. Ia mempunyai tabungan 20 juta, dan akhirnya Ibunyapun menyetujui hal tersebut. Tahun itu, Aisyah yang terlebih dulu sudah didaftarkan orang tuanya untuk Haji, akhirnya dapat menunaikan ibadah tersebut dengan orang yang disayanginya, sahabatnya Zahra, dan Ibu Zahra, Nafisah.
Zahra, Nafisah dan Aisyah berusaha untuk melaksankan ibadah haji dengan sungguh-sungguh. Mereka ingin Ibadah Hajinya dilakukan sesempurna mungkin. Tidak disangka saat di Makkah Aisyah bertemu dengan Malik kakaknya setelah lebih dari 5 tahun mereka tidak bertemu. Segala rindu, mereka curahkan di tanah suci tersebut. Malik tidak menyangka jika Zahra juga ikut dalam rombongan haji tahun ini. Sebenarnya Malik mendapatkan amanat dari Attar. Attar menitipkan wasiatnya untuk ahra lewat Malik. Dan kesempatan inilah yang terbaik untuk Malik menyampaikan amanatnya. Sebelum menyampaikan amanat tersebut, Malik menceritakan segalanya tentang Attar sepeninggal tragedi yang menimpa Zahra dan Attar saat di rumah Attar beberapa bulan yang lalu. Mendengar cerita Malik tersebut Zahra menjadi tampak lemas tak berdaya. Langit seakan ingin rubuh menimpanya. Namun Nafisah yang ada disampingnya mencoba untuk selalu menguatkan Zahra. Berikut ini adalah penggalan surat Attar untuk Malik.
“…..Dari pada aku tidak menikah dengan Zahra, lebih baik aku tidak menikah dengan siapa pun. Aku ingin mati di jalan Allah. Aku ingin mati dengan membela Agama-Nya, inilah harapanku saat ini. Aku senantiasa berdo’a dan berharap semoga Allah menghimpun hati kami yang bercerai-berai di akhirat kelak..
..sahabatku, pada surat ini aku titipkan suatu wasiat kepadamu, untuk kamu sampaikan kepada Zahra. Dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Wasiat ini kamu berikan epada Zahra setelah aku tidak berkirim surat kepadamu selama satu bulan setengah terhitung tanggal ditulisnya surat ini. Karena itu mengisyaratkan kalau aku sudah tidak lagi di dunia ini, 2)  jika ada suratku datang setelah ini, maka wasiat itu tidak usah kamu sampaikan. Kalau bisa tolong dibakar saja…”
Attar memutuskan untuk ikut dalam barisan tempur di Afghanistan. Ia menyerahkan seluruh jiwa dan raganya hanya untuk Allah. Ia memutuskan untuk menjadi mujahid.
Setelah mendengar cerita tersebut, Zahra semakin lemah tak berdaya. Berkali-kali ia tak sadarkan diri. Malik tak tega untuk menyerahkan amanat Attar kepada Zahra, namun ini Amanat dan wajib untuk disampaikan. Akhirnya dengan berat Malik pun menyerahkan Amanat tersebut kepada Zahra. Berikut ini adalah penggalan surat Attar untuk Zahra.
Begitu Adik menerima surat yang Kakak sebut wasiat ini,maka besar kemungkinan Kakak telah meninggalkan dunia ini untuk selama-lamanya. Benar kata Adik, perjalanan hidup Kakak benar-benar berada diatas Titian Nabi. Selesai cobaan yang satu, berganti lagi dengan cobaan yang lainnya.
“…..Duhai kekasihku, Kakak berwasiat kepada Adik jaga baik-baik wasiat itu. Bagi orang Mukmin itu ada tiga tanda ciri khasnya: melakukan shalat, berpuasa, dan berzakat. Bagi orang munafik ada pula tiga tandanya: pura-pura sayang bila berhadapan, bergunjing di belakang, dan girang bila orang lain mendapat musibah. Bagi orang Zhalim ada pula tiga cirinya: menggagahi orang bawahannya dengan kekerasan, orang diatasnya dengan kedurhakaan, dan melahirkan kezhalimannya dengan terang-terangan. Bagi orang riya’ ada tiga tandanya: rajin bila ia berada di mata orang ramai, malas bila sendirian, dan ingin di puji untuk semua perkara. Bagi orang pemalas ada tiga tandanya: menunda-nunda waktu sampai sia-sia, menyia-nyiakan kesempatan sampai luput, dan melalaikannya sampai berdosa.
“….Tidak ada kefakiran yang lebih hebat dari pada kebodohan, tidak ada harta yang lebih berharga dari pada akal, tidak ada kesepian yang lebih sunyi dari pada ujub (kagum kepada diri sendiri), tak ada kekuatan yang lebih kuat dari pada musyawarah, tidak ada iman yang lebih dekat dari pada keyakinan, tidak ada wara’ yang lebih baik dari pada menahan diri, tidak ada keindahan seindah budi pekerti, dan idak ada ibadah yang melebihi tafakkur
Penyakit bicara adalah bohong, penyakit ilmu adalah lupa, penyakit ibadah adalah riya’, penyakit budi pekerti adalah memuji diri, penyakit berani adalah agresif, penyakit pemurah adalah menyebut-nyebut pemberian, penyakit cantik adalah sombong, penyakit mulia adalah menonjolakan diri, penyakit kaya adalah kikir, dan penyakit agama adalah hawa nafsu
“….Adikku, jadikanlah Alah dan Rasul-Nya sebagai cinta sejati abadimu, bukan Fauzan Attar…”
“…Kakak wasiatkan juga kepada Adik, untuk menikah! Karena, itu adalah sunnah Rasulullah…”
Setelah membaca surat tersebut, Zahra semakin tidak berdaya. Ia kembali tak sadarkan diri. Bahkan berhari-hari ia jatuh sakit. Zahra merasa bahwa ajalnya sudah dekat. Ia tak memiliki harapan lagi untuk hidup. Ia hanya merindukan Allah dan Rasul-Nya. Meskipun dengan keadaan sakit, Zahra tetap berusaha melaksanakan ibadah Hajinya. Ia ingin melaksanakannya dengan sempurna. Aisyah dan Ibunya berusaha untuk selalu membantu Zahra.
Sehari sebelum berangkat ke Arafah, Zahra diserang demam tinggi. Namun keadaan tersebut tidak membuatnya pata arang. Malam harinya Zahra mengigau.
Duhai Allah, aku merindukan-Mu dan tidak ada lagi kerinduanku selain kepada-Mu. Janganlah Engkau balikkan hatiku ini kepada cinta selain-Mu. Jika boleh, aku ingin menghadap-Mu di saat tubuhku ada di sini, di tanah suci-Mu yang aku rindukan
Nafisah kaget mendengar igauan anaknya. Ia segera membangunkan Aisyah, keduanya menagis. Bagi Zahra, haji tahun ini adalah Haji Perpisahan antara ia dan keluarganya, antara ia dan kelezatan dunia, antara ia dan semua yang dicintainya.  Maka pada tanggal 13 Dzulhijjah tahun 2000 Masehi, Ruh Zahra terbang menuju Allah SWT. dengan meniti di atas Titian Nabi pada usia mendekati 20 tahun.
***
“….Kisah yang bapak ceritakan sangat mengaharukan…”
“….Maaf ini hanyalah sekedar cerita belaka, tidak usah dimasukkan dalam hati.
“….Bapak belum memberitahukan kepada saya namanya!?....
“…..Nama saya Fauzan Attar, dan ini istri saya, Aisyah…”
***
Saat perang di Afghanisthan, Attar sempat tertembak di dada kirinya. Oleh pihak Mujahiddin Attar yang masih hidup dilarikan di gunung untuk diberikan pertolongan, kemudian dikirim ke rumah sakit di Iran. Atar sempat koma selama lima bulan. Setelah sadar dan sehat, pihak KBRI di Iran lalu memulangkannya ke Indonesia.


0 comments:

About Me

Foto Saya
Aulia
Kediri, Jawa Timur, Indonesia
Dosen dan Guru di kediri
Lihat profil lengkapku

Klik Kanan