Kali ini saya mencoba menyentuh sedikit Ilmu Ekonomi yang berkaitan dengan Al-Qur'an. Semoga tulisan dibawah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dan jika ada kesalahan mohon tinggalkan komentar dan saran anda sebagai bahan koreksi bersama.
KONSEP-KONSEP DASAR EKONOMI DALAM AL-QUR’AN
Al-qur’an disamping menonjolkan
aspek-aspek ketuhanan yang harus dicerna oleh manusia, juga ada aspek
kemanusiaan yang memberikan kebebasan untuk melakukan kreativitas dan
aktivitasnya. Hal tersebut Nampak dalam karakter ekonomi yang digambarkan oleh
Al-qur’an.
Ekonomi Islam adalah kumpulan dari
dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah serta
dari tatanan ekonomi yang dibangun di atas dasar-dasar tersebut, sesuai dengan
berbagai macam bi’ah (lingkungan) dan setiap zaman.
Dari penjelasan diatas diketahui bahwa
ekonomi dalam islam berlandaskan pada dua hal pokok yakni Al-qur’an dan
As-sunnah, Hukum-hukum yang diambil dari dua dasar tersebut pada dasarnya
adalah tetap (tidak dapat berubah kapanpun dan dimanapun), namun pada situasi
dan kondisi tertentu hukum-hukum tersebut dapat bersifat fleksibel dan dapat
mengalami perubahan.
Al-qur’an adalah sumber pertama dan
utama bagi Ekonomi Islam, di dalamnya dapat kita temui hal ihwal yang berkaitan
dengan ekonomi slah satunya adalah riba dan
diperbolehkannya jual beli yang itu semua merupakan salah satu kegiatan
ekonomi.
Hukum tersebut terdapat pada Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat
275.
“……Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba) maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka, merekamkekal di dalamnya.”
Selain kegiatan jual beli dan
diharamkannya riba, dalam Al-qur’an juga mengatur masalah pembukuan dalam hal
utang piutang. Hal itu tercatat dalam surat Al-baqarah ayat 282.
“Wahai orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya…..”
Alqur’an tidak hanya membahas hubungan
manusia dengan Tuhannya, namun lebih dari itu Al-qur’an juga membahas hubungan
manusia dengan kehidupan lingkungannya, salah satunya adalah kegiatan ekonomi. Berikut
akan dijelaskan mengenai keutamaan dan karakteristik Ekonomi Islam
Keutamaan dan karakteristik Ekonomi Islam
1. Ekonomi islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
konsep Islam yang utuh dan menyeluruh
2. Aktivitas ekonomi Islam merupakan suatu bentuk ibadah
3. Tatanan ekonomi Islam memiliki tujuan yang sangat mulia
4. Ekonomi Islam merupakan system yang memiliki pengawasan
melekat yang berakar dari keimanan dan tanggung jawab kepada Allah
(Muraqabatullah).
5. Ekonomi Islam merupakan system yang menyelaraskan antara
masalah individu dan maslahat umat
Pada masa pemerintahan Rasulullah sudah
terlihat kegiatan ekonomi pada masa itu yang berlandaskan Al-qur’an. Rasulullah
memberlakukan beberapa larangan dalam kegiatan perekonomian agar seseorang yang
melakukan kegiatan ekonomi dapat berbuat adil dan jujur. Berikut adalah
beberapa larangan tersebut.
1. Larangan Najsy
Najsy adalah perbuatan dimana seorang penjual menyuruh orang lain
untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi sehingga
calon pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang daganannya. Perbuatan ini
dilarang karena dapat menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para
pembeli.
2.
Larangan Tallaqi Al-Rukban
Praktik ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang
membawa barang dari desa dan membeli barang tersebut sebelum tiba di pasar.
Rasulullah melarang praktik ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
kenaikan harga.
3. Larangan Ihtinaz dan
ihtikar
Ihtinaz adalah penimbunan harta seperti emas, perak dsb. Sedangkan ihtikar adalah penimbunan barang-barang
seperti makanan dan kebutuhan sehar-hari. Penimbunan barang dan pencegahan
peredarannya sangat dilarang dan dicela dalam Islam seperti yang difirmankan
Allah SWT dalam surat al-Taubah ayat 34-35.
“Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya kebanyakan dari pendeta-pendeta memakan harta manusia dengan cara
yang bathil dan mereka menghalangi dari jalan Allah. Dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka
beritahukan kepada mereka akan azab yang pedih. Pada hari itu dipanaskan dalam
neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi, rusuk dan punggung mereka dan
dikatakan (kepada mereka). Inilah harta benda yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri. Maka rasakanlah (balasan) dari apa yang kamu simpan dahulu.”
Bahaya dari praktik ihtikar adalah dapat menyebabkan
kelangkaan barang di pasar sehingga harga barang menjadi naik.
Aktifitas ekonomi dalam Islam tidak hanya terbatas pada
mendapatkan atau memperoduksi untuk mencukupi kebutuhan pribadi. Seorang Muslim
diharapkan berproduksi lebih banyak karena mereka tidak akan dapat
berpartisipasi dalam proses penyucian harta melalui memberi rasa aman kepada
orang lain (zakat atau sedekah), kecuali mereka berproduksi lebih dari yang
mereka konsumsi sendiri.
Dalam konsep perekonomian Islam juga dijelaskan mengenai
harta, bahwa harta tidak menghasilkan harta, namun kerjalah yang menghasilkan
harta. Oleh karena itu orang harus bekerja atau berkarya untuk menghasilkan
sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. Dalam pandangan ekonomi Islam, setiap
tenaga jasmani maupun kemampuan akal yang dikeluarkan oleh manusia dalam
kegiatan perekonomian sesuai syari’ah, bertujuan untuk mendapatkan penghasilan
dan penghidupan. Dengan konsep bahwa harta tidak melahirkan harta, maka Islam
tidak mengenal pembuangan uang yang menghasilkan tambahan uang, dengan tanpa
bekerja dan berpasrtisipasi dengan pihak lain dalam berpartisipasi dalam
perekonmian. Dalam kaitan ini Allah memerintahkan membangun dan bekerja. Hal
ini terdapat dalam Al-qur’an surat Hud ayat 61.
“Dan kepada
kaum Tsamud (kami utus) saudara mereka saleh. Saleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah,
sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari
bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya)
lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”
Kata ista’marakum menurut ulama tafsir, berarti perintah Allah kepada
umat manusia untuk memakmurkan bumi dengan melakukan investasi dan melaksanakan
pembangunan secara berkelanjutan, demi memenuhi segala kebutuhan hidup,
sehingga dapat melanjutkan tugas-tugas sebagai khalifah. Tujuan dasar dari
investasi dalam ekonomi dan keuangan Islami adalah untuk membentuk manusia
seutuhnya, dengan cara memenuhi kebutuhan ekonomi dan rohaninya. Untuk tujuan
tersebut, maka investasi dan pembangunan dalam Islam, memprioritaskan hal-hal
yang menjadi kebutuhan primer atau pokok bagi manusia dalam menjaga keselamatan
: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Kemudian dijelaskan juga dalam
Al-qur’an mengenai modal. Modal merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
distribusi asset masa yang akan datang. Di samping memberikan kepuasan pribadi
dan jasa juga membantu untuk menambah kekayaan setelah diupayakan. Agar jumalah
modal serta asset meningkat, maka setiap masyarakat dianjurkan untuk terus
menginvestasikan. Sehubungan dengan itu, Chapra mengemukakan beberapa cara
untuk meningkatkan modal, yaitu:
1. Sikap tidak berlebihan terhadap pengeluaran
2. Membatasi uang yang tidak terpakai
3. Penggunaan tabungan secara efisien
4. Memanfaatkan sumber daya dan peran pemerintah.
Dalam Al-qur’an jelas melarang umatnya
untuk berlebih-lebihan (boros). Hal ini terdapat dalam Al-qur’an surat Al-A’raf
ayat 31.
“Hai anak-anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan”
Dilarangnya sikap berlebihan ini karena
akan mempengaruhi usaha dan mengakibatkan habisnya modal.
Selanjutnya adalah membatasi uang yang
tidak terpakai. Maksudnya disini adalah penimbunan harta. Bahwa penimbunan
harta ini dilarang jelas dalam Al-qur’an yang sudah dijelaskan sebelumnya. Oleh
karena itu, sumber daya yang telah dianugerahkan Allah hendaknya dimanfaatkan
sesuai dengan batas-batas yang telah diizinkan Islam. Khalifah Umar Bin Khatab
pun pernah menekakankan supaya umat Islam menggunakan modal secara produktif,
dengan pernyataan “mereka
yang mempunyai uang perlu mengembangkan (menginvestasikan), dan mereka yang
mempunyai tanah perlu mengolahnya.”
Kemudian akan dijelaskan kegiatan
eknomi mengenai Produksi, Konsumsi dan Distribusi dalam Islam
Produksi. Dalam kegiatan produksi Islam mewasiatkan agar produksi
itu dilakukan dalam batas-batas yang halal yang dibenarkan oleh syari’at Islam.
Misalnya, memperhatikan pelestarian sumber daya alam. Jika manusia melakukan
produksi tidak memperhatikan SDA maka kerusakan dan bahkan SDA itu akan habis
kemudian tidak dapat lagi untuk berproduksi.
Dalam hal ini Allah berfirman dalam
Al-qur’an surat Al-A’raaf ayat 56
“Dan janganlah kalian membuat kerusakan
di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya…”
Konsumsi. Dalam Islam menganjurkan agar melakukan konsumsi pada
hal-hal yang baik, memrangi kebakhilan, memerangi kemegahan, kemewahan dan
berlebih-lebihan. Jika dalam Islam telah mewajibkan kepada pemilik harta untuk
menafkahkan sebagian hartanya, serta mengharamkan baginya sikap kikir, maka di
sisi lain ia telah mengharamkan pemborosan dan penghamburan harta yang juga
sudah dijelaskan sebelumnya. Karena itu Islam meletakkan batasan dan ketentuan
dalam konsumsi dan pembelanjaan.
Distribusi.
Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpenting dalam bidang
ekonomi. Distribusi dalam ekonomi kapitalis terfokus pada pasca produksi bagi
setiap proyek, baik dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut
didistribusikan pada komponen-komponen tersebut meliputi upah, bunga, ongkos,
dan keuntungan. Islam jelas menolah butir kedua dari keempat komponen tersebut,
yaitu bungan. Sebab bagaiman para ulama sepakat bahwa setiap bentuk bungan
adalah riba yang diharamkan, bahkan termasuk diantara tujuh dosa besar yang membinasakan.
Sedangkan ketiga komponen lainnya, Islam membolehkannya asal saja terpenuhi
syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip serta batasan-batasannya.
0 comments:
Posting Komentar